Harga Pinang Melonjak, Petani dan Pengupas Panen Keuntungan

Geliat Ekonomi Lokal di Tengah Kenaikan Harga Pinang
Kabupaten Tanjung Jabung Timur (Tanjabtim) dan Tanjung Jabung Barat (Tanjabbarat), dua sentra penghasil pinang terbesar di Indonesia, kini menjadi sorotan. Lonjakan harga pinang hingga **Rp 25.000 per kilogram (kg)** untuk jenis kering sempurna (SP) membawa angin segar bagi petani dan pengupas. Tak hanya harga jual yang meningkat, aktivitas pengupasan pinang juga menjadi sumber penghasilan tambahan bagi masyarakat, dengan upah Rp 2.000/kg untuk pinang yang sudah dikupas dan ditimbang.

Rincian Harga & Peluang Penghasilan
1. Harga Pinang di Tingkat Pengepul:
Pinang BS(belum kering setelah dikupas): Rp 9.000/kg
Pinang SP (sempurna kering): Rp 20.000–22.000/kg.
– Harga tertinggi saat ini bahkan mencapai Rp 25.000/kg untuk pinang kering kelotok (proses penjemuran panjang) .

2. Pendapatan Pengupas Pinang:
– Dengan kemampuan mengupas 20 kg/hari, seorang pengupas bisa menghasilkan Rp 40.000/hari. Aktivitas ini menjadi andalan warga, terutama ibu-rumah tangga, untuk menambah penghasilan keluarga.

3. Faktor Kenaikan Harga:
– Permintaan ekspor ke India, Pakistan, Vietnam, dan China meningkat, terutama untuk pinang muda yang mulai dilirik pasar internasional .
– Pemulihan ekonomi pasca-pandemi dan kebijakan pemerintah mendorong hilirisasi pinang melalui pembangunan pabrik pengolahan.

Dampak Positif bagi Petani & Tantangan yang Dihadapi
Setelah tiga tahun harga pinang anjlok hingga Rp 2.000/kg, kenaikan saat ini menjadi momentum kebangkitan. Sugeng, petani di Muara Sabak Timur, menyatakan, “Penantian panjang kami terbayar. Harga Rp 25.000/kg sudah cukup bernilai, meski kami berharap bisa tembus Rp 30.000/kg seperti dulu” .

Inovasi Pengolahan Pinang: Dari Bahan Mentah ke Produk Bernilai Tinggi

Di tengah kenaikan harga, petani dan pelaku usaha di Tanjung Jabung mulai beralih dari sekadar menjual bahan mentah ke pengolahan produk turunan. Pinang kering SP tidak hanya diekspor sebagai komoditas mentah, tetapi juga diolah menjadi serbuk (powder) untuk industri farmasi dan kosmetik. Serbuk pinang dikenal sebagai bahan dasar produk pemutih gigi dan perawatan kulit di Asia Timur, dengan harga jual mencapai Rp 150.000/kg di pasar ekspor .

Tak hanya itu, biji pinang muda (berumur 6 bulan) kini diminati sebagai bahan baku minyak atsiri untuk aromaterapi. Dinas Pertanian Jambi mencatat, permintaan minyak pinang dari Eropa naik 35% sejak 2024, dengan harga Rp 1,2 juta per liter . Inovasi ini mendorong petani untuk tidak hanya fokus pada panen pinang tua, tetapi juga mengoptimalkan siklus tanam agar bisa menyuplai bahan baku beragam produk.

Namun, tantangan tetap ada:
Cuaca Ekstrem: Hujan deras mengganggu proses penjemuran pinang kering, terutama jelang Lebaran 2025 .
Ketergantungan Pasar Ekspor : Fluktuasi harga internasional dan persaingan dengan komoditas lain seperti sawit masih mengancam stabilitas .
Ketersediaan Bahan Baku: Banyak petani sebelumnya menebang pohon pinang saat harga anjlok, sehingga pasokan kini terbatas .

Meski harga sedang tinggi, pemerintah dan petani tidak berpuas diri. Menyikapi ancaman resesi global 2025, Disperindag Jambi memperluas pasar non-tradisional seperti Afrika Timur dan Timur Tengah. Pinang kering mulai diuji coba sebagai bahan campuran pakan ternak di Kenya, dengan respons positif .

Peran Pemerintah & Peluang Investasi
Pemerintah daerah dan pusat mengambil langkah strategis:
1. Pembangunan Pabrik Pengolahan: Proyek pabrik diharapkan menyerap hasil panen petani dengan harga stabil .
2. Promosi Ekspor: Disperindag Jambi mengimbau eksportir menggunakan pelabuhan lokal (Talang Duku dan Muara Sabak) untuk meningkatkan pencatatan devisa .
3. Peningkatan Kualitas: Pelatihan teknik pengolahan pinang kering dan muda untuk memenuhi standar ekspor .

Prospek ke Depan: Optimisme & Harapan
Dengan nilai ekspor pinang Jambi mencapai 43,6 juta dolar AS di 2024 , kebijakan berkelanjutan diperlukan agar momentum ini tidak pudar. Anwar Sadat, Bupati Tanjabbarat, menekankan pentingnya diversifikasi produk dan dukungan teknologi pertanian untuk meningkatkan produktivitas .

Bagi masyarakat, kenaikan harga pinang tidak hanya sekadar angka. Susilowati, pengupas di Geragai, berujar, “Ini berkah juga bagi yang tidak memiliki kebun. Kami berharap harga tetap tinggi agar ekonomi desa terus bergerak” .

Lonjakan harga pinang  menjadi bukti bahwa komoditas lokal bisa menjadi tulang punggung ekonomi daerah. Dengan sinergi antara petani, pengupas, pemerintah, dan pelaku pasar, pinang tidak hanya menggerakkan roda perekonomian, tetapi juga membuka jalan menuju kesejahteraan berkelanjutan.